Payung Hitam Sang Raja (eps.2)

2,820 kali dilihat, 3 kali dilihat hari ini
PAYUNG HITAM Sang Raja (eps.2)
(Centangbiru) – Raja memandang payung itu. Dia beranjak dari tempatnya semula, kembali membereskan barang-barangnya. Tanpa kata, ia meninggalkan kakaknya.
*****
Risa turun dari angkutan kota, berjalan gontai memasuki gang menuju rumahnya. Digenggamnya surat keterangan dokter, kertas itu berayun ditiup angin. Masih terngiang jelas apa yang dikatakan dokter.
“Ini hasil pemeriksaannya mbak, ini bukan penyakit ringan, kalau dibiarkan, akan fatal akibatnya.”
Dia sungguh menyesal, kerja keras yang selama ini dilakukan ternyata seperti bumerang. Pagi hingga tengah malam bekerja, sering lupa makan, terpapar angin malam. Niat yang baik agar kebutuhan adiknya terpenuhi. Risa sayang sekali kepada Raja. Terlebih setelah orangtua mereka meninggal.
Akan tetapi dia sadar bukan itu penyebab penyakitnya. Bukan sering terlambat atau lupa makan. Stress. Itu yang berperan besar membuat tubuhnya hampir menyerah, tak kuat bertahan.
‘Klik, klik, ceklek’
Risa membuka pintu depan dengan malas. Pertama ia menuju kamar adiknya, tidak dikunci dan Raja tetap tidak ada di dalam. Adiknya tidak pernah pulang semenjak mereka bertemu di kampus. Risa sudah berusaha mencari, tapi nihil. Dia melangkah masuk, terdiam memerhatikan seluruh sudut kamar itu. Berantakan. Risa membiarkan, khawatir bila dibereskan Raja akan marah.
Risa meninggalkan kamar Raja dengan perasaan campur aduk. Dia menuju dapur, melewati ruang keluarga, berhenti sejenak. Maniknya menangkap foto keluarga. Foto suami istri dan sepasang anaknya, ya, itu Mama, Papa, dirinya dan Raja.
Jarinya membelai bingkai kaca.
“Maafkan Risa mah, telah gagal merawat Raja, tidak mampu menjaga dan mendidiknya dengan baik, maafkan Risa …”
Kaca-kaca di matanya sudah penuh, pikiran dikepalanya sudah berkecamuk, dia menunduk lalu ambruk dengan kertas masih di genggaman.
******
Tia tak habis pikir, sungguh kasian sahabatnya ini. Semenjak dia menemukan Risa yang tak sadarkan diri di rumahnya, membawanya ke rumah sakit dan merawatnya, Raja tak juga ada kabar.
Sampai hari ini, sudah dua hari kepergian Risa. Dia tidak bisa bertahan melawan sakitnya. Selama dua hari itu, Tia masih di rumah Risa siang harinya. Dia melayani tetangga yang takziah dan menunggu Raja pulang.
Dia harus menyampaikan amanah Risa untuk menceritakan segalanya. Tentang penyakitnya, tentang rasa sayang yang mungkin tidak disadari Raja, dan memberikan payung hitam itu.
Tia mengunci pintu. Dia ingin pulang ke rumahnya dan besok pagi akan kembali menunggu Raja.
“Kak …” Tia terdiam masih menghadap pintu setelah memasukkan anak kunci ke dalam tasnya. Lalu berbalik.
“Raja!” Suaranya tercekat, senyum Tia merekah sambil bernafas lega.
****
“Gastroesofagal Refluks. Ini adalah sakit asam lambung yang sudah menggangu organ lainnya. Jadi bukan sakit asam lambung biasa seperti maag.”
Tia mengulang semua penuturan yang dia dengar dari dokter. Raja mendengarkan dengan menunduk dalam.
“Kakakmu menderita GERD dan orang yang punya penyakit itu bisa meninggal dengan mendadak.”
Raja hanya diam membisu, Tia paham adik sahabatnya itu akan bereaksi seperti ini dan tetap melanjutkan cerita, menyelesaikan amanah Risa.
“Asam Lambung itu naik ke daerah dadanya, dia bilang terasa panas seperti terbakar.” Tia menyeka ujung mata.
“Dia tidak kuat lagi, tidak bisa bertahan lagi, asam lambung sudah naik mengenai area jantung. Ritme detak jantung terganggu sehingga berdebar-debar dan mendadak berhenti.” Air mata Tia kembali meluncur.
“Dia menyerah …”
Raja tidak mau orang lain melihatnya hancur. Dia mencoba sekuat tenanga menahan gejolak ingin menjerit, meraung dan menangis ketika menerima payung yang diberikan Tia.
Itu payung yang sama. Payung hitam yang dibeli kakaknya, namun dia tolak. Ternyata itu hari terakhir dia melihat kakaknya.
Di kesendiriannya dia menangis pilu. Air mata tak bisa dibendung dan luruh seketika. Bahunya berguncang, sesengukan.
Matanya masih buram karena air mata. Dia mencoba membuka pengait tali-yang melingkar agar payung tertutup rapi-. Jatuh selembar kertas.
‘Untuk Raja, my beloved brother.
Dipakai ya. I love u. ^_^’
Apa ada yang lebih menyedihkan dari pada terlambat mengetahui hal terpenting dalam hidup. Seseorang mencintaimu setulus hati, namum kamu tidak pernah mau tau sampai seseorang itu menghilang dari hidupmu.
Merasa bersalah kepada seseorang yang telah pergi selamanya, tanpa pernah bisa meminta maaf. itu yang dirasakan Raja saat ini.
“Maafkan Raja, Kak …”
—-
All I want is nothing more
To hear you knocking at my door
Cause if I could see your face once more
I could die as a happy man I am sure
When you siad your last goodbye
I died a little bit inside
I lay in tears in bed all night
Alone without you by my side
But if you loved me, Why did you leave me
Take my body, take my body
All I want is, all I need is
To find somebody, I’ll find somebody
—
End
Kotorajo, 071219
Penulis: Sahlina Rizqiyah Batubara